Bantuan Tunai Menjadi Pengerek Ekonomi di Beberapa Negara Asia BERITA AKURAT DARI SELURUH DUNIA
ILUSTRASI. A monitor shows the exchange rate of the U.S. dollar and the Japanese Yen (upper) and Nikkei stock average at Gaitame.Com Co., LTD. in Minato Ward, Tokyo on June 27, 2024. (The Yomiuri Shimbun)
Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID – TOKYO. Sejumlah negara di Asia berencana menggelontorkan stimulus untuk menggapai target pertumbuhan ekonomi. Salah satu bentuk stimulus yang digunakan adalah bantuan langsung kepada rumahtangga berpendapatan rendah, untuk membantu masyarakat menghadapi krisis dan inflasi tinggi.
Sebelumnya, ada China yang menggelontorkan dana senilai 4 triliun yuan untuk belanja sosial dan subsidi bagi keluarga dengan pendapatan rendah. Selain itu, Thailand yang memberi bantuan langsung ke 45 juta orang, masing-masing senilai 10.000 baht.
Menteri Keuangan Thailand Pichai Chunhavajira mengatakan, pada 2025, negara ini berencana meluncurkan bantuan tahap dua dengan nilai anggaran US$ 14 miliar.
Baca Juga: Morgan Stanley Proyeksi Pasar Saham RI Menarik, Perhatikan Risiko dan Pilihan Saham
Bantuan ini sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi Thailand sebesar 3,5% pada tahun 2025. Bantuan langsung tunai diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi Thailand mencapai target pemerintah, yakni 2,7% di tahun ini dari 1,9% di tahun 2023.
Tambahan anggaran
Selain kedua negara ini, beberapa negara, seperti Australia, bahkan Indonesia, juga menerapkan langkah ini. Bantuan langsung tunai juga akan digunakan Jepang.
Pemerintah Jepang dikabarkan tengah menyusun anggaran tambahan ¥ 13,5 triliun, setara Rp 1,38 kuadriliun, untuk mendanai paket stimulus. Stimulus ini akan digunakan untuk membantu rumahtangga berpendapatan rendah dan mengimbangi kenaikan harga.
Surat kabar Sankei melaporkan, dikutip Reuters, nantinya pemerintah memberi bantuan ¥ 30.000 bagi rumahtangga berpendapatan rendah dalam bentuk pembebasan pajak perumahan. Jepang juga akan memberi ¥ 20.000 per anak untuk rumahtangga yang memiliki anak.
Reuters juga melaporkan, mengutip sumber, pemerintah juga tengah mempertimbangkan memulai kembali subsidi harga listrik dan gas selama tiga bulan mulai Januari, untuk menanggapi tingginya biaya bahan bakar. Subsidi listrik dan gas seharusnya dihentikan di Desember ini.
Pemerintah telah menghabiskan ¥ 11 triliun selama tiga tahun untuk membantu meringankan dampak kenaikan biaya dan harga bensin pada rumahtangga. Sumber Reuters menyebut, Perdana Menteri Shigeru Ishiba akan merampungkan paket stimulus pada 22 November. Tapi, rencana ini dapat berubah tergantung diskusi dengan oposisi.
Baca Juga: Dolar AS Mencapai Puncak Terkuat 6 Bulan Seiring Fokus pada Data Inflasi Amerika
Tinggalkan Balasan