[ad_1]

Tahun 1926 menjadi momen yang penting bagi Soekarno dalam perjalanan hidupnya. Dirinya menuntaskan pendidikannya di Technische Hoogeschool (TH) Bandung atau sekarang bernama Institut Teknologi Bandung (ITB).

Pria yang kelak jadi Proklamator Kemerdekaan Indonesia awalnya mendapat uang kiriman dari orang tuanya saat kuliah. Tetapi sejak wisuda, uang kiriman itu dihentikan. Di sisi lain, Bung Karno sudah menikah dengan Inggit Ganarsih tiga tahun sebelumnya.

Kisah Zaken Kabinet Zaman Bung Karno, Diisi 100 Menteri Sampai Diprotes Mahasiswa dan Angkatan Bersenjata

Karena itu, dirinya memerlukan uang dan pekerjaan agar bisa menyambung hidup. Bung Karno awalnya mendapatkan tawaran untuk menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda tepatnya di Dinas Pekerjaan Umum, tetapi ditolaknya.

“Keputusan ini merupakan bentuk sikap politiknya yang non kooperatif dan menentang penjajahan,” tulis Her Suganda dalam Jejak Soekarno di Bandung.

Jadi guru

Di tengah kesulitan itu, ada seorang tamu yang berkunjung ke rumah Soekarno di Regentsweg (sekarang disebut Jalan Dewi Sartika) Nomor 22. Tamu yang adalah Ernest Douwes Dekker ini bukan orang asing bagi Bung Karno.

Douwes Dekker saat itu memberikan sebuah tawaran pekerjaan bagi Soekarno, yaitu menjadi guru di Ksatrian Institut, sekolah yang baru didirikannya di Nieuwstraat (sekarang Jalan Ksatrian) Kota Bandung.

“Aku sangat memerlukan uang dan pekerjaan. Aku sudah tidak mempunyai harapan sama sekali untuk memperoleh kedua-duanya itu sampai aku mendengar ada lowongan di sekolah Ksatrian Institut,” cerita Bung Karno kepada Cindy Adams dalam buku biografi berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Keunikan Masjid Jamik Bengkulu, Sentuhan Arsitektur Bung Karno yang Antikolonial

Tawaran mengajar itu diterima oleh Bung Karno, selain karena sekolah itu milik seorang yang pro kemerdekaan. Bung Karno juga saat itu sedang membutuhkan uang untuk menyambung hidup.

“Inggit dan aku benar-benar sedang terpuruk. Apa yang dapat kami suguhkan kepada tamu hanya secangkir teh encer tanpa gula,” kenang Soekarno kepada Cindy Adams.

Mengajar sampai dipecat

Bung Karno diberikan tugas untuk mengajarkan matematika dan sejarah kepada 30 siswa di Ksatrian Institut. Pendiri Partai Nasionalis Indonesia ini mengaku cukup bergairah saat mengajar sejarah.

Soekarno yang kala itu berusia 25 tahun enggan mengajari murid-muridnya tentang hafalan dalam materi sejarah, baginya itu tak penting. Bung Karno juga menggunakan gaya orator saat mengajar di depan kelas.

Menjelajahi Makam Bung Karno di Blitar, Sejarah, dan Akses Wisata yang Wajib Kawan Tahu!

“Aku mendramatisasi peristiwa-peristiwa sejarah dengan adegan mirip sandiwara. Aku tidak memasukan pengetahuan kronologi yang beku. Itu bukan cara Soekarno. Bukan cara seorang orator berbakat,” ungkapnya.

Tetapi usia pekerjaan Bung Karno sebagai seorang guru tak berumur panjang. Hal ini karena momen Bung Karno yang menjelaskan soal imperialisme selama dua jam kepada murid dan pengawas sekolah dari Pemerintah Hindia Belanda.

Bung Karno tanpa ragu menyebut Negeri Belanda sebagai kolonialis terkutuk. Karena itulah, setelah jam pelajaran pemilik sekolah menyebut Bung Karno tak lagi punya masa depan sebagai seorang guru.

“Dan inilah akhir dari karirku yang singkat sebagai guru,” ucap Bung Karno.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News



[ad_2]

Source link