ILUSTRASI. Rudal Storm Shadow

Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harian Prancis Le Figaro menjadi sorotan media internasional. Media tersebut awalnya melaporkan bahwa Prancis dan Inggris telah memberikan izin kepada Ukraina agar rudal mereka boleh digunakan untuk menyerang sasaran jarak jauh di dalam wilayah Rusia.

Namun, Harian Prancis Le Figaro telah menarik Kembali, berita dengan klaimnya bahwa Prancis dan Inggris telah mengizinkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh yang mereka suplai untuk menyerang target jauh di dalam wilayah Rusia. 

Baca Juga: AS Peringatkan Konsekuensi yang Bakal Dialami Iran Jika Kirim Rudal ke Rusia

Berita Le Figaro tentang persetujuan Prancis dan Inggris, awalnya muncul tak lama setelah New York Times melaporkan pada hari Minggu bahwa Presiden AS yang akan lengser bulan Januari 2025, Joe Biden, telah memberi lampu hijau kepada Kiev untuk serangan menggunakan rudal Jarak jauh bantuan Amerika.

Seperti kita tahu, Inggris adalah negara pertama yang menyediakan rudal jarak jauh jenis Storm Shadow untuk Ukraina pada bulan Mei 2023. Kemudian Prancis menyusul beberapa bulan kemudian, dengan versi sistemnya sendiri, yang diberi nama SCALP. Selanjutnya AS mengirimkan roket ATACMS-nya kepada Ukraina pada musim gugur tahun lalu.

Meskipun Ukraina berulang kali meminta agar negara-negara pemberi bantuan senjata itu mengizinkan mereka untuk menggunakan senjata tersebut untuk menyerang target jauh di dalam wilayah Rusia, para pendukungnya dari Barat hingga baru-baru ini secara terbuka menolak untuk menyetujui, dengan alasan kekhawatiran atas potensi eskalasi perang yang makin tidak terkendali.

Baca Juga: Jerman Menolak Kebijakan AS Kirimkan Bantuan Rudal Jarak Jauh ATACMS ke Ukraina

Dalam artikelnya Harian Prancis Le Figaro yang kini telah diubah pada hari Minggu, Le Figaro awalnya mengklaim bahwa “Prancis dan Inggris telah mengizinkan Ukraina untuk menyerang jauh ke wilayah Rusia dengan rudal SCALP/Storm Shadow mereka.”

Namun, dalam versi terbaru dari artikel tersebut, penyebutan tentang izin atau roket SCALP/Storm Shadow telah dihapus. Hanya saja, kata-kata awal masih dapat diakses dalam cuplikan laporan yang di-cache.

Berbicara kepada wartawan menjelang pertemuan menteri Uni Eropa di Brussels pada hari Senin, diplomat utama Prancis, Jean-Noel Barrot, mengklarifikasi bahwa “tidak ada yang baru” sehubungan dengan sikap Paris terhadap serangan jarak jauh di wilayah Rusia yang diakui secara internasional. Hanya saja, Ia menambahkan bahwa skenario seperti itu tetap menjadi pilihan.

Pada hari Minggu, New York Times, mengutip pejabat AS yang tidak disebutkan namanya, melaporkan bahwa Gedung Putih telah memberikan lampu hijau untuk serangan Ukraina di Wilayah Kursk Rusia, menggunakan rudal ATACMS yang dipasok AS ke Ukraina.

Baca Juga: Iran Akui Negaranya Kirim Rudal ke Rusia, Imbalannya Kedelai & Gandum

New York Times dan beberapa media lain telah melaporkan bahwa Washington dapat memperpanjang persetujuannya untuk mengizinkan Ukraina menyerang wilayah lain di Rusia.

Baik Gedung Putih maupun Pentagon belum mengomentari masalah tersebut.

Dalam pidato videonya pada hari Minggu, pemimpin Ukraina Vladimir Zelensky dengan hati-hati menyambut perkembangan yang dilaporkan, menekankan bahwa “serangan tidak dilakukan dengan kata-kata. Hal-hal seperti itu tidak diumumkan.”

Baca Juga: AS Buka Peluang Kirim Rudal Jelajah Baru ke Ukraina, Mampu Jangkau 926 Km

“Rudal akan berbicara sendiri. Mereka pasti akan melakukannya,” tambahnya, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Sementara itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada media pada hari Senin bahwa jika dikonfirmasi, keputusan Biden yang dilaporkan akan menjadi “putaran ketegangan baru yang kualitatif.”

Kembali pada bulan September, Presiden Vladimir Putin memperingatkan bahwa karena pasukan Ukraina tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menggunakan rudal jarak jauh yang dipasok Barat, izin untuk menyerang jauh ke Rusia akan berarti bahwa “negara-negara NATO [telah] terlibat langsung dalam konflik militer.”