ILUSTRASI. Peritel daring asal China, Temu diperintahkan menangguhkan operasinya di Vietnam setelah gagal memenuhi tenggat waktu untuk mendaftarkan bisnisnya

Sumber: Reuters | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID – HANOI. Peritel daring asal China, Temu diperintahkan untuk menangguhkan operasinya di Vietnam setelah gagal memenuhi tenggat waktu untuk mendaftarkan bisnis di Vietnam di akhir November.

Menurut laporan Kator Berita Vietnam seperti diberitakan Reuters, Kamis (5/12), Temu yang dimiliki oleh raksasa e-commerce China PDD Holdings, mulai menawarkan layanannya di Vietnam pada Oktober.

Perusahaan itu diharuskan untuk mendaftar ke pemerintah, atau akses ke domain dan aplikasi internetnya akan diblokir di negara itu.

Baca Juga: Vietnam Parliament Moves to Curb Tax Breaks Favouring E-Commerce Giants

“Temu belum menyelesaikan prosedur pendaftarannya pada tenggat waktu akhir November,” tulis Kantor Berita Vietnam mengutip pernyataan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan.

“Oleh karena itu, otoritas yang berwenang telah meminta Temu untuk sementara menangguhkan operasinya di negara itu.”

Laporan itu tidak menyebutkan berapa lama penangguhan itu akan berlangsung, atau apa yang perlu dilakukan Temu untuk mencabutnya.

Pada hari Kamis, opsi bahasa Vietnam telah dihapus dari situs web Temu ketika diakses dari Vietnam.

“Temu bekerja sama dengan Badan Ekonomi Digital dan E-dagang Vietnam serta Kementerian Perindustrian dan Perdagangan untuk mendaftarkan penyediaan layanan e-dagangnya di Vietnam,” demikian bunyi pemberitahuan di situs web tersebut.

Temu dan perusahaan induk PDD Holdings tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Baca Juga: Indonesia Minta Google dan Apple Blokir Aplikasi Temu, E-Commerce dari China

Kementerian perdagangan dan bisnis lokal telah menyatakan kekhawatiran tentang dampak platform daring China terhadap pasar lokal akibat diskon besar-besaran. 
Kementerian juga mengatakan khawatir tentang potensi penjualan barang palsu.

Parlemen Vietnam minggu lalu menyetujui perubahan undang-undang pajak yang mengharuskan operator lokal platform e-dagang asing membayar pajak pertambahan nilai (PPN), dan meminta pemerintah untuk membatalkan pengecualian pajak untuk barang impor berbiaya rendah.

Langkah yang diambil oleh legislator tersebut akan menjadi pukulan bagi industri e-commerce yang didominasi asing, yang telah diuntungkan oleh pengecualian PPN dan aturan yang berlaku sejak 2010 yang menetapkan barang impor senilai di bawah 1 juta dong ($40) bebas bea.