ILUSTRASI. Di masa jabatan keduanya alias 2.0, Donald Trump berjanji untuk menggandakan tarif terhadap Tiongkok. REUTERS/Kevin Lamarque

Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID – Masa jabatan pertama Donald Trump sebagai presiden AS memicu perang dagang besar-besaran dengan Tiongkok. Dan masa jabatan keduanya alias 2.0, Trump berjanji untuk menggandakan tarif terhadap Tiongkok. 

Para pakar tidak sepakat mengenai apakah janjinya selama kampanye untuk memberlakukan tarif 60 persen secara menyeluruh terhadap impor dari Tiongkok merupakan alat tawar-menawar untuk kesepakatan perdagangan atau strategi pemisahan.

Di satu sisi, Trump dikenal karena sifatnya yang tidak terduga dan kecenderungan transaksional, dan ada banyak hal yang dapat dimintanya dari Tiongkok. 

Melansir The Diplomat, beberapa hal yang berada di urutan teratas daftar keinginannya mungkin meliputi: pembatasan ekspor sukarela untuk mengurangi ekspor Tiongkok ke AS; lebih banyak impor produk pertanian AS; lebih banyak investasi Tiongkok di AS untuk menciptakan lapangan kerja; dan pembelian obligasi pemerintah tambahan. 

Trump juga dapat meminta Tiongkok untuk memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap Rusia, Korea Utara, dan Iran demi kepentingan geopolitik Amerika Serikat, dan daftarnya masih panjang.

Di sisi lain, tarif 60 persen mungkin bukan taktik untuk mencapai kesepakatan perdagangan, tetapi bagian integral dari strategi “America First“. 

Baca Juga: Draf Kabinet Donald Trump Pro Energi Fosil, Begini Dampaknya ke Emiten Energi di RI

Beberapa tanda yang muncul akan membuktikan kemungkinan ini. Pertama, Trump telah mengumumkan beberapa anggota Kabinet utama yang dengan jelas dan tegas mencela Tiongkok sebagai pesaing strategis. Para petinggi ini dapat mempersulit pembuatan kesepakatan pragmatis apa pun. 

Kedua, Trump mungkin benar-benar percaya bahwa tarif dibayarkan oleh pihak Tiongkok dan bahwa pendapatan tarif dapat menggantikan pajak lain untuk mendanai pemerintah yang sedang dirampingkan. 

Ketiga, Trump mungkin kecewa dengan hasil kesepakatan perdagangan Fase Satu dan memutuskan untuk tidak mengulangi trik lama. Dan akhirnya, Trump mungkin diyakinkan bahwa perang dagang akan menghancurkan ekonomi Tiongkok sekaligus memperkuat kekuatan ekonomi Amerika Serikat.

Jika skenario terakhir ini terwujud, maka pertanyaannya menjadi: Bagaimana tanggapan Tiongkok, dan bagaimana perang dagang yang meningkat ini akan memengaruhi ekonomi Tiongkok? 

Baca Juga: Geopolitik dan Ekonomi Global Bergejolak, Harus Pegang Investasi Apa?